Pada
artikel sebelumnya, kami telah mengangkat biografi R.A Kartini yang kisahnyasangat inspiratif. Pada kesempatan kali ini, kami juga akan membahas profil
Jendral Besar Sudirman, siapa yang tidak kagum dengan sosok pahlawan yang satu
ini. Namanya juga tidak asing di telinga kita. Bagi yang selalu memperhatikan nama
jalan, mungkin sudah sering menemukan nama jendral Sudirman digunakan sebagai
nama sebuah jalan.
Raden
Soedirman atau yang dikenal dengan Jendral Besar Sudirman, lahir di Bodas, Karangjati,
Purbalingga, Jawa Tengah pada tanggal 24 januari 1916. Beliau adalah putra kesayangan
Karsid Kartawiraji dan Siyem.
Jendral
Besar Sudirman, lebih lama tinggal bersama pamannya yang bernama Raden Cokrosunaryo.
Kedua orang tuanya, menyadari kemampuan ekonomi mereka, sehingga mereka harus merelakan
putra kesayangannya diangkat oleh Raden Cokrosunaryo yang lebih baik kondisi
ekonominya, agar hidup Raden Soedirman lebih baik dan terjamin.
Dibawah
bimbingan gurunya, Raden Muhammad Kholil, Sudirman dikenal sangat taat dalam beragama.
Bahkan Sudirman sering mengisi ceramah dan dikenal sebagai anak yang sangat rajin belajar. Teman-teman Sudirman
menyebutnya dengan “haji”.
Jendral
Sudirman juga dikenal memiliki jiwa kepemimpinan yang baik. Kemampuannya dalam
memimpin, membuatnya menjadi orang yang disegani dan dihormati oleh masyarakat.
Bahkan di usia yang masih muda, yaitu 31 tahun, Raden Soedirman telah resmi
menjadi seorang jendral.
Jendral
Besar Sudirman, telah banyak memimpin peperangan yang berujung kesuksesan.
Bahkan beliau pernah memimpin perang gerilya, yang tercatat menjadi perang yang sangat besar, dalam keadaan sakit yang cukup
parah dan minimnya ketersediaan obat. Namun semangatnya terus berkobar inilah
yang patut kita tiru, beliau tak pernah mau mengatakan bahwa dirinya dalam
keadaan sakit, padahal dalam sejarahnya beliau mengidap penyakit paru-paru dalam keadaan hanya satu paru-paru yang beliau miliki, semua ia lakukan dengan optimis agar semua pasukannya tetap fokus dan semangat. Akibat kondisi
yang semakin memburuk, akhirnya jendral Sudirman harus keluar dari medan perang.
Meski begitu, ide dan gagasan beliau tetap dibutuhkan.
Kemudian, Jendral
Sudirman kala itu dirawat di Sanatorium, di wilayah Pakem, dan pindah ke Magelang
pada bulan desember 1949.
Tak
lama kemudian, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada tanggal 27 desember
1949 melalui Republik Indonesia Serikat. Jendral Sudirman saat itu juga
diangkat sebagai panglima besar TNI.
Diketahui
setelah berjuang keras melawan penyakitnya, Jendral Sudirman wafat pada tanggal
29 januari 1950, di Magelang. Pemakaman beliau diiringi oleh konvoi empat tank
serta 80 kendaraan bermotor menuju kota Yogyakarta.
demikian profil singkat Jendral Sudirman yang sangat inspiratif. semangat dan kecerdasan beliau dalam memimpin tak perlu diragukan lagi. tak heran, bila beliau diangkat sebagai salah satu pahlawan nasional indonesia yang paling berpengaruh.
demikian profil singkat Jendral Sudirman yang sangat inspiratif. semangat dan kecerdasan beliau dalam memimpin tak perlu diragukan lagi. tak heran, bila beliau diangkat sebagai salah satu pahlawan nasional indonesia yang paling berpengaruh.